Kamis, 26 Desember 2013

KUBURAN


Bagaimana ini? apa yang mesti ku lakukan?, kaku kakiku berdiri di tepi lobang petak 2x3 dengan kedalamam setinggi kepala orang dewasa. Dari kejauhan orang orang sekitar tempat aku berdiri di tepi lobang itu menatap ku heran, “apa gerangan yang hendak dilakukan gadis itu?” kira kira seperti itulah  kalimat yang terdengar dari bisikan kerutan kerutan jidad mereka memandangiku dari kejauhan.
“bagai mana ini?” aku bingung harus melakukan apa, sesosok jasad yang sudah membeku hadir di pangkuan ku, tak berkafan dan tak berbalut apa apa. Jasad itu terkulai pasrah, tangannya lemah seperti tak bertulang lagi, kaki dan pinggangnya pun sudah tak bersatu persendianya.
“Bagaimana harusnya?” batin ku berkelibat bingung, aku masih berdiri di tepi lobang pas badan itu, lobang yang di gali untuk kemudian di timbun dengan gemburan tanah yang membuncit ke atas dan dipagari nisan bertuliskan nama mereka yang menghuni di bawahnya. “Apa yang mesti ku perbuat sekarang?”, jasad yang tak beraga ini sudah tak bisa dibilang sekarat lagi akan tetapi ia sudah mati.  ya, sudah mati dan saat sekarang tengah terkulai di pangkuanku sendiri.
Dia, dialah yang telah membunuhku. Bukan, bukan jasad ku yang ia tikam tapi lebih dalam dari itu, ia lansung menusuk batinku hingga layu sekujur tubuhku, kini mata ku tak mampu menatap waktu yang berjalan kedepan. Kaku sekaku kakunya, dan bisu sebisu bisunya, hanya terkulai, lepas sudah semua mimpi itu, mimpi untuk dicintai, aku telah menjadi mayat yang berjalan tanpa rasa. Lobang 2x3 ini menjadi labuhan ku, aku harus menguburkan segera bayangan nya dan perasaaan yang mati dan terkulai tak bersendi ini.  orang orang yang menatap dari kejauhan itu adalah saksi bahwa tak akan adalagi cerita cinta dalam langkah ku setelah perasaan ini ku timbun dengan gemburan tanah bernisan ini. “Tuhan, mohon terima keputusaan ku, keutusan untuk menimbun harap ku berinai jari di pelaminan, aku mohon redhai aku melangkah sendiri sampai perasaan mati ini reingkarnasi karena satu kejaiban dari mu”  isak ku, mengatar kepergian janji janji indah nan pernah terungkai dalam kisah detik detik lalu bersama nya, kini semua sudah menjadi album biru, dan telah berpulang dalam kuburan ini. benar, hati ku kembali meyakinkan, bahwa tidak ada lagi kata nikah, kata jodoh atau yang senyawa dengan itu, bagiku kehilangan dia telah benar benar membuat aku terpuruk. Sudahlah sudah, kita akhiri saja, aku tak berharap pelaminan itu menjadi miliku lagi.