Senin, 27 Januari 2014

SAYA MEMILIH, MAKA SAYA ADA! “be decision maker”


Tidak mudah untuk mengambil keputusan apalagi untuk sesuatu yang beresiko tinggi.  butuh keberanian untuk memutuskan, keberanian menerima sedaga resiko dibalik keputusan itu. itulah mengapa banyak orang yang lebih memilih untuk membiarkan orang lain memberi  keputusan kepada mereka, dan kemudian menerima nasib apa adanya, karena dengan demikian mereka terhindar dari penyesaalan saat keputusan mereka berakibat buruk. Padahal hal seperti itu membuat mereka selalu menjadi korban.
Sayapun mengalami hal demikian, mengambil sebuah keputusan adalah hal tersulit bagi saya, terutama saat berhubungan dengan perasaan. Saya terkenal dengan ketidak tegasan saya, saya tidak bisa melihat orang sedih dan akan sangat menyesal dengan resiko buruk yang menimpa saya saat keputusan saya salah, penyesalan itu biasanya tak sanggup saya terima dan hanya bisa menyalahkan diri sendiri. saya selalu menjadi korban, dan saya seringkali dipermainkan oleh orang orang yang tidak mempertimbangakan perasaan saya. Al hasil, resiko tetap saya terima tanpa saya tau kenapa saya harus menjalani penderitaan demikian.
Pernah suatu saat saya tidak tegas terhadap seseorang yang  menghianati kepercayaan saya. Ini cerita tentang Mantan. Perasaan sayang yang saya rasakan kepadanya, membuats ata selalu menjadi ratu tidak tega, apapun yang akan menyakiti hatinya saya selalu tidak tega melakukan nya.  Lebih baik, menelan kekecewaan dari pada saya menyakiti hati nya, saya sudah tidak mepedulikan kemauan saya.  Saya tidak sanggup menerima resiko, tidak hanya resiko menyakiti hatinya, tapi saya tidak kuasa kehilangan dia, saya selalu berfikir kehialangan dia akan mebuat saya gila. Ketakutan itu membuat saya tidak berani mengambil sebuah keputusan.
Dalam dunia lain ternyata juga saya temukan demikian, saya sering kali tidak bisa menegaskan kepada orang tentang prinsip saya karena takut membuat mereka tersinggung atau takut mencari keributan. Misalnya, saat ada teman yang mendekati saya dan mengajak saya untuk berbuat curang, seperti mencontekan tugas saya kepada mereka, saat itu hati saya menolak, namun saya khawatir ketegasan saya akan membuat mereka mengasingkan saya, membenci saya dan menjauhi saya, akhirnya saya memilih untuk mengikuti mereka.
Parahnya pada hal kecilpun yang harusnya bisa saya lakukan menjadi berat untuk saya putuskan.  Pernah suatu hari saya mengajak “Uni” kakak perempuan saya untuk menemani saya membeli baju dan beberapa perlengkapan  saya lainya. Sesampainya saya di toko, saya menemui banyak pilihan dari barang akan saya beli, sebenarnya dalam pikiran  saya sudah ada gambaran tentang apa yang saya beli dan seperti apa yang akan saya cari. Namun di lokasi, uni menyarankan benda yang berbeda dengan bayangan saya, hakekatnya uni hanyalah saran, namun saking takutnya saya untuk membuat dia marah, dan kemudian mengejek pilihan saya karena menurutnya tidak bagus, kurang modis, atau terlalu classic, akhirnya saya mengikuti saranya. Lagi lagi saya tidak puas dengan barang yang saya beli tersebut. Saya melihat diri saya begitu lemah dan tidak tegas sama sekali, saya mengalami kesulitan untuk mengungkapkan keinginan saya dengan baik.
Oke, semua itu saya jadikan pelajaran, tenyata memang saya ketidak tegasan itu membuat saya khilangan jati diri, saya beranjak menjalani hidup orang lain,dan tentu saja semua itu membuat saya tidak bisa memiliki diri saya dan tidak bahagia.
Barulah saat itu saya kemudian memutuskan untuk belajar menyampaikan keinginan saya dengan baik kepada orang lain. Kemudian saya mencoba menantang diri saya untuk selalu siap menerima resiko, dalam hati saya katakan bahwa apapun resikonya akan saya hadapi, kemudian memilih untuk mengukuti hati saya.  Mencoba keluar dari zona nyaman saya dan kemudian belajar untuk lebih berani dankuat. Tenyata apa yang saya temukan tidak seburuk yang saya bayangkan sebelumnya. Dan saya sukses untuk memperjuangkan prinsip saya, saya lebih merasa nyaman dan percaya diri. itu memang tidak mudah, tapi bisa saya lakukan.
Alhamdulilah, saat ini saya measa lebih baik, saya merasa lebih indenpendent, saya merasa memiliki hidup saya sepenuhnya dan lebih tegas. Saya lebih dihargai lingkungan saya karena saya dianggap punya prinsip dan cara yang jelas. Saya tidak berlarut dalam kesedihan yang saya rasakan, karena saya bukan lagi korban, Dan saya pikir saya sudah berhasil.
Satu ketegasan yang saya lakukan adalah, saat saya harus mengakhiri kisah cinta dan komitmen saya dengan seseorang yang saya sayangi akan tetapi tidak sejalan dengan saya. Selalu saja bila sudah berbau perasaan saya akan tidak tega, tapi, saya kemudian berfikir manfaat dan mudharatnya dari hubungan ini, setelah saya mengerti jalan mana yang saya ambil, saya memutuskan untuk mengakhiri komitmen saya. Karena dengan itulah problem yang tercipta antara kami bisa diputus. Keputusan ini membuat saya sedih dan menangis, begitu juga untuk orang yang  menerima keputusan saya. Saya kemudian menyampaikan mengapa saya memutuskan seperti ini, saya mencoba menyampaikan maksud saya dengan baik dan sebijak mungkin, berusaha membuat dia bisa menerima, Alhamdulillah dia bisa memahami saya dan kemudian menghargai keputusan saya.
 Pahit memang, tapi harus saya lakukan. karena saya tidak mau terombang ambing dengan ketidak tegasan ini, dan bersikap bodoh lagi, serta hidup dalam penyelasan yang tiada henti. saya ingin bebas menentukan jalan saya. Saya memilih untuk menjalani hidup saya, dan saya tidak mau menderita dengan ketidak tegasan saya.  Saat ini saya merasa telah menjadi sutradara untuk hidup saya sendiri. tidak lagi menjadi korban. Thank GOD!!!

Kamis, 23 Januari 2014

Testimoni "Aloner"




Orang orang yang baru mengenalku, kebanyakan berfikir nova itu pendiam dan tidak banyak bicara, suka menyendiri di tepi jendela dengan laptop atau diari kesayangan nya, berteman dengan orang tertentu saja kemudian menghabiskan banyak hari bersama mereka. sangat menyukai kamar di dari pada ruangan keluarga. Sering terlihat di dunia maya di banding dunia nyata.
Ohh,,is that me? Ya, begitulah gambaran tentang nova bagi yang melihat ku sekilas. Setidaknya pengkuan sari mame.
Apakah yang terjadi gerangan sehingga membuatku betah sendiri dan sangat menikmati kehidupan seperti ini? yang jelas aku nggak pernah merasa sendiri, kedengaran nya aku memang diam, namun dalam pikiran ku ada percakapan luar biasa, dengan hayalan hayalan konyol yang kadang menginspirasiku buat tertawa sendiri, panic sendiri, dan mellow sendiri. (bila di pergokin mbak ku yang iseng ngintip dari belkang, dia bakalan mikir aye tangah mikirin pacar. “hmm, nggak juga mbak, tidak selamanya benar, ya,,kadang kadang sih, hee”) trus, ada saja yang aku pikirkan? Bila sendiri aku selalu mikirin tentang planing yang akan ku jalani, bersama orang yang ada dalam planing itu, kemudian aku mengimajinasikan planing itu dalam pikiran ku, sehingga terjadilah sebuah drama korea lengkap dengan hayalan konyol yang hanya bisa ku nikmati sendiri. itulah mengapa aku senang menyendiri. Gejala ini bisa di sebut dengan semi autis menuju gila Hahaha..
Dalam kehidupan manapun, aku akan mencari spot yang enak buat berimajinasi dan berintuisi, sambil mendengarkan music yang sesuai dengan mood kala itu. aku merancang dan memikirkan sesuatu yang menyenangkan. Seperti saat ini, aku lagi fokus-fokusnya ama planning pasca SGI, yaitunya kuliah lagi atau menikah. Menghayalkan kampus idaman ku, dan cara pergi kesitu, step satu dan penjelasan nya, step dua dan jabaran nya, tantangan, hambatan, halangan, keterbatasan dan lain sebagainya. Atau kalo nggak aku menelpon kembaranku kemudian ngalor ngidul dengan topic hangat kali ini, bisanya seputar  politik, pendidikan, kenangan masa lalu, masa kecil kita, atau cita-cita aku dan dia.
Mimpi terindah yang belum kesampaian adalah, kuliah keluar negeri, ke negeri paman sam, bersama suami tercinta, bermain salju, dan menikmati coffie hangat di pagi hari, yang sering ku namakan dengan “ngochan” alian ngopi2 chantik. sibuk dengan tugas perkuliahan dan dan diskusi ini itu. hmm,,owesome.
Aku mengagumi orang yang pinter, analitis, kritis, humoris, selalu optimis, dan positif thingker. Wow, hayalan yang luar biasa sempurna, mungkinkah? Hmmm,,,i don’t know. But i wish..
Planing itu menjalar menjadi sebuah ancang ancang tentang apa yang akan ku lakukan, masuk pada percakapan dengan orang yang akan ku temui, lantas mengimajinasikan bagaimana sikap dan ekpresiku saat bertemu dengan orang tersebut. Begitu pula bila akan memulai atau melakukan sesuatu, misalnya saat ada jadwal menjadi pemateri atau trainer, aku selalu mengimajinasikan bagaimana performa ku nanti sebelum hari H. Dan itu sangat menyibukan ku, aku butuh waktu banyak untuk semua imajinasi itu, but aku sangat menikmatinya. Hanya saja orang orang sekitar ku kemudian melancarkan kritikan, dan aku mulai kebanjiran protes seperti kutipan berikut ini.
“miang, lu sombong bana, maleh gw bakawan jo lu” kutipan lansung dari sms temen ku di padang.
“kenapa sih loe, suka asik sendri dech, nggak berbagi dengan yang lain, loe tu kayak nggak butuh sama orang tau nggak sih, care less banget, kenapa sih loe? (sari mame, halaman 123.., 2013)
Begitu juga temen temen di kantor, saat akan mengadakan kegiatan seni buat anak2 di sekolah, seketika ada statement dari temen ku,
” wah mbak nova sudah sibuk sendiri nich, mikir sendiri, kerja sendiri, dan pusing sendiri ya buk?? Sambil tersenyum( pak nano, H -1 pensi 2014)
Ya,,lagi lagi jawaban ku hanya satu, untuk semua koment di atas.
“ ya, itulah gw, gw emang seperti ini, bukan apa apa, tapi kita emang berbeda khan, emang itulah gw, gimana dong?”
awal nya untuk semua itu aku menganggap jawaban di atas adalah jawaban kunci yang membuat orang berhenti mengomentari tentang ku, Tapi setelah merenung, aku kemudian menyadari, diriku yang hampir mendekati zona antisocial ini tidak baik, dan berbahaya. karena saya menjadi canggung untuk berkunjung atau berhadapan dengan komunitas baru, saya menjadi ketergantungan dengan beberapa orang dan saat orang yang slama ini ada buat ku memiliki kehidupan sendiri dan pergi, aku menjadi lost orientasi. maka mulailah dari detik itu aku membuka telinga buat terhadap semua saran saran temen2 yang cukup dekat dengan ku. untuk kasus seperti yang ku hadapi ini, ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan.
saran pertama, coba membuka diri dengan lingkungan alias bersosialisasi. saran kedua, temukan komunitas dan lingkungan yang seide dan sejiwa dengan ku. ketiga berusahalan untuk meninggalkan zona nyaman dan berbaur dengan semua orang.  Well.,walau harus keluar dari zona nyaman, aku mencoba untuk mengurangi kesendirian ku dan menyediakan kan waktu bercengkrama di ruang keluarga, sebelum aku kembali ke pertapaanku.


Jumat, 17 Januari 2014

[TERNYATA] LESSON PLAN PENTING!!



Pengalaman saya ketika masuk dan keluar kelas membawakan pelajaran yang menjadi tugas saya di depan beberapa orang siswa mengajarkan tentang satu hal, yaitu proses pembelajaran hanya kan dapat berlansung dengan baik dan memuaskan [saya dan siswa] saat saya mengajar dengan mempersiapkan segala sesuatunya, tidak hanya persiapan administrasi mengajar akan tetapi persiapan mental dan fokus dalam menghadapi kelas.
Saya pernah beberapa kali membandingkan, kelas tanpa persiapan dengan kelas yang telah saya persiapan bahkan beberapa hari sebelum di mulai. Hasilnya sangat jauh berbeda. kelas yang saya ajar tanpa persiapan berjalan dengan kering, kaku dan tidak memiliki antusias dari siswa siswa saya. Sementara kelas yang saya persiapkan berjalan dengan penuh antusias dan memuaskan, dan itu terpancar dari wajah wajah siswa yang saya ajar.  Saya selalu memiliki beberapa ekspektasi pada siswa saya, saat saya membuat satu scenario pembelajaran untuk mereka, seperti kemampuan nalar, keberanian menyampaikan pendapat, kepercayaan diri, serta kemampuan menghargai orang lain. Dalam pikiran saya hal itu lebih membuat saya merasa berhasil ketimbang hasil kognitif semata dari latihan yang mereka kerjakan. Di kelas yang tidak ada persiapan sebelumnya, hanya kan berlansung datar, tanpa ada inovasi pembelajaran yang mampu saya tawarkan, biasanya saya lansung masuk pada materi dengan cara konvensional, yaitu buka buku, baca, dan jawab pertanyaan, kemudian saya tambahkan dengan ceramah, walaupun saya paksakan ada game dan inovasi, biasanya  terkesan asal tanpa tujuan, yang jelas kelas tersebut berjalan sebagaimana adanya saja tanpa ekspektasi tertentu yang bisa saya capai.
Membandingkan kedua pengalaman ini serta perasaan puas yang di hasilkan setelahnya, membuat saya berfikir untuk terus berusaha mempersiapkan diri saya baik secara administrative maupun secara mental saat akan menjumpai siswa di kelas.
Membuat rencana pembelajaran atau yang sering kita sebut dengan RPP nyatanya memang tidak selalu mudah dan menyenangkan, namun keberadaan RPP amat membantu saya untuk mengorganisir kegiatan pembelajaran dengan lebih baik di banding tidak membuatnya.
 Banyak guru saat saya ajak berdiskusi mengaku tidak membuat RPP selama mengajar, bahkan ada yang mengatakan bahwa RPP hanyalah satu formalitas yang juga tidak aplikatif saat berada di kelas. itulah yang kemudian membuat mereka merasa tidak membutuhkan rpp. Mungkin benar, tapi klo boleh jujur(ya, memang tidak ada yang larang juga sih,,hee)   jujur saya katakan bahwa hal itu lebih tepat di disebut sebagai pembenaran semata atas ketidak siapan mereka dibanding kebenaranya.
Ada satu persepsi yang mungkin harus di perbaharui tentang keberadaan RPP, apa sebenarnya fungsi RPP bagi guru? apakah untuk memenuhi tuntutan administrative kenaikan pangkat saja? Atau memang menjadi acuan mereka saat akan mengajar di kelas? lantas bagaimana sebenarnya format RPP yang baik itu?
Untuk pertanyaan pertama, saya mencoba membaca beberapa pengalaman guru-guru yang di kenal dan bahkan terkenal karena prestasinya dalam mengajar, dari pengalaman yang mereka lakukan dan kemudian mereka sampaikan, peran RPP lebih  sebagai acuan dan alat ukur kinerja guru dalam mengajar di banding sebagai administrative semata. Karena saat guru akan membawakan satu materi, beberapa hal yang mesti di ingat, bahwa mengajar tidak hanya sekedar memindahkan informasi buku kepada anak, malainkan memberikan pengalaman belajar  dan membuat anak mampu menyerap nilai nilai kebaikan disamping beberapa materi yang di sampaikan dengan cara menarik dan menyenangkan. Nah saat guru berfikir akan menciptakan pengalaman menarik dan menyenangkan dalam setiap pertemuan yang dibawakan, disinilah ancang ancang kegiatan tersebut (RPP) menjadi penting.  Tidak hanya itu, saat guru tersebut tidak bisa hadir dan harus di gantikan guru lain maka bukan berarti anak- anak kehilangan hak mereka untuk dapat di ajar dengan baik, untuk mempertanggung jawabkan tugas tersebut,  maka RPP akan sangat membantu guru pengganti menjalankan kegiatan belajar dengan baik, sehingga walaupun kita tidak masuk, siswa masih tetap dapatkan hak nya untuk belajar sesuai jadwal.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimanakah format RPP yang ideal, dalam definisi saya RPP atau lesson plan tidaklah mempunyai format yang baku seperti yang di berikan pemerintah, RPP sepenuhnya berada di tangan guru.  Hakekatnya sebuah lesson plan adalah alat bantu guru dalam mengajar di kelas.  Nah, sudah bisa di pastikan setiap kelas memiliki kondisi yang berbeda beda, oleh karena RPP yang baik adalah RPP yang menyajikan  tujuan pembelajaran, indikator yang harus di capai, serta prosedur kegiatan pembelajaran dengan jelas. Kemudian guru bisa menambahkan dengan menyertakan strategi mengajar, metode yang akan di pakai, serta bentuk evaluasi pembelajaran.
Tentang format RPP atau lesson plan itu sendiri terserah kepada guru, apakah  mengikuti format baku pemerintah, atau merancang sendiri format lesson plan nya, saya pikir sah sah saja. Namun dari beberapa sumber yang saya baca ada beberapa format lesson plan yang mengacu pada teori pembelajaran dari berbagai ahli, misalnya teori Quantum Learning dari Bobi de Porter, Contextual teaching and Learning(CTL) dari Elaine B. Jhonson , acceselerated Learning dari Collin Rose dan Multiple Intelegence Learning dari Munif Chatif.  Masing  masing model pembelajaran diatas memiliki format lesson plan yang berbeda beda.
Beberapa catatan yang selalu saya ingat adalah, bahwa keberhasilan dan kegagalan siswa dalam satu mata pelajaran adalah refleksi tingkat  keberhasilan guru dalam mengajar mereka.  peran guru itu tidak hanya memindahkan informasi melainkan       mendidik.  mendidik akal, mendidik tingkah laku, mendidik mental atau sikap. Oleh karena di tangan gurulah kualitas masa depan, maka guru menjadi berkewajiban menyiapkan diri sebaik mungkin, demi masa depan yang lebih baik.