Pengalaman saya
ketika masuk dan keluar kelas membawakan pelajaran yang menjadi tugas saya di
depan beberapa orang siswa mengajarkan tentang satu hal, yaitu proses
pembelajaran hanya kan dapat berlansung dengan baik dan memuaskan [saya dan
siswa] saat saya mengajar dengan mempersiapkan segala sesuatunya, tidak hanya
persiapan administrasi mengajar akan tetapi persiapan mental dan fokus dalam
menghadapi kelas.
Saya pernah
beberapa kali membandingkan, kelas tanpa persiapan dengan kelas yang telah saya
persiapan bahkan beberapa hari sebelum di mulai. Hasilnya sangat jauh berbeda.
kelas yang saya ajar tanpa persiapan berjalan dengan kering, kaku dan tidak
memiliki antusias dari siswa siswa saya. Sementara kelas yang saya persiapkan
berjalan dengan penuh antusias dan memuaskan, dan itu terpancar dari wajah
wajah siswa yang saya ajar. Saya selalu
memiliki beberapa ekspektasi pada siswa saya, saat saya membuat satu scenario
pembelajaran untuk mereka, seperti kemampuan nalar, keberanian menyampaikan
pendapat, kepercayaan diri, serta kemampuan menghargai orang lain. Dalam
pikiran saya hal itu lebih membuat saya merasa berhasil ketimbang hasil
kognitif semata dari latihan yang mereka kerjakan. Di kelas yang tidak ada
persiapan sebelumnya, hanya kan berlansung datar, tanpa ada inovasi
pembelajaran yang mampu saya tawarkan, biasanya saya lansung masuk pada materi
dengan cara konvensional, yaitu buka buku, baca, dan jawab pertanyaan, kemudian
saya tambahkan dengan ceramah, walaupun saya paksakan ada game dan inovasi,
biasanya terkesan asal tanpa tujuan,
yang jelas kelas tersebut berjalan sebagaimana adanya saja tanpa ekspektasi
tertentu yang bisa saya capai.
Membandingkan kedua
pengalaman ini serta perasaan puas yang di hasilkan setelahnya, membuat saya
berfikir untuk terus berusaha mempersiapkan diri saya baik secara
administrative maupun secara mental saat akan menjumpai siswa di kelas.
Membuat rencana
pembelajaran atau yang sering kita sebut dengan RPP nyatanya memang tidak
selalu mudah dan menyenangkan, namun keberadaan RPP amat membantu saya untuk
mengorganisir kegiatan pembelajaran dengan lebih baik di banding tidak
membuatnya.
Banyak guru saat saya ajak berdiskusi mengaku
tidak membuat RPP selama mengajar, bahkan ada yang mengatakan bahwa RPP
hanyalah satu formalitas yang juga tidak aplikatif saat berada di kelas. itulah
yang kemudian membuat mereka merasa tidak membutuhkan rpp. Mungkin benar, tapi
klo boleh jujur(ya, memang tidak ada yang larang juga sih,,hee) jujur saya katakan bahwa hal itu lebih tepat
di disebut sebagai pembenaran semata atas ketidak siapan mereka dibanding
kebenaranya.
Ada satu
persepsi yang mungkin harus di perbaharui tentang keberadaan RPP, apa
sebenarnya fungsi RPP bagi guru? apakah untuk memenuhi tuntutan administrative
kenaikan pangkat saja? Atau memang menjadi acuan mereka saat akan mengajar di
kelas? lantas bagaimana sebenarnya format RPP yang baik itu?
Untuk pertanyaan
pertama, saya mencoba membaca beberapa pengalaman guru-guru yang di kenal dan
bahkan terkenal karena prestasinya dalam mengajar, dari pengalaman yang mereka
lakukan dan kemudian mereka sampaikan, peran RPP lebih sebagai acuan dan alat ukur kinerja guru dalam
mengajar di banding sebagai administrative semata. Karena saat guru akan
membawakan satu materi, beberapa hal yang mesti di ingat, bahwa mengajar tidak
hanya sekedar memindahkan informasi buku kepada anak, malainkan memberikan
pengalaman belajar dan membuat anak
mampu menyerap nilai nilai kebaikan disamping beberapa materi yang di sampaikan
dengan cara menarik dan menyenangkan. Nah saat guru berfikir akan menciptakan
pengalaman menarik dan menyenangkan dalam setiap pertemuan yang dibawakan,
disinilah ancang ancang kegiatan tersebut (RPP) menjadi penting. Tidak hanya itu, saat guru tersebut tidak
bisa hadir dan harus di gantikan guru lain maka bukan berarti anak- anak kehilangan
hak mereka untuk dapat di ajar dengan baik, untuk mempertanggung jawabkan tugas
tersebut, maka RPP akan sangat membantu
guru pengganti menjalankan kegiatan belajar dengan baik, sehingga walaupun kita
tidak masuk, siswa masih tetap dapatkan hak nya untuk belajar sesuai jadwal.
Pertanyaan
selanjutnya adalah bagaimanakah format RPP yang ideal, dalam definisi saya RPP
atau lesson plan tidaklah mempunyai
format yang baku seperti yang di berikan pemerintah, RPP sepenuhnya berada di
tangan guru. Hakekatnya sebuah lesson plan adalah alat bantu guru dalam
mengajar di kelas. Nah, sudah bisa di
pastikan setiap kelas memiliki kondisi yang berbeda beda, oleh karena RPP yang
baik adalah RPP yang menyajikan tujuan
pembelajaran, indikator yang harus di capai, serta prosedur kegiatan
pembelajaran dengan jelas. Kemudian guru bisa menambahkan dengan menyertakan
strategi mengajar, metode yang akan di pakai, serta bentuk evaluasi
pembelajaran.
Tentang format
RPP atau lesson plan itu sendiri terserah kepada guru, apakah mengikuti format baku pemerintah, atau
merancang sendiri format lesson plan nya, saya pikir sah sah saja. Namun dari
beberapa sumber yang saya baca ada beberapa format lesson plan yang mengacu pada teori pembelajaran dari berbagai
ahli, misalnya teori Quantum Learning
dari Bobi de Porter, Contextual teaching and Learning(CTL) dari Elaine B.
Jhonson , acceselerated Learning dari Collin Rose dan Multiple Intelegence Learning
dari Munif Chatif. Masing masing model pembelajaran diatas memiliki
format lesson plan yang berbeda beda.
Beberapa catatan yang selalu saya ingat adalah, bahwa keberhasilan dan
kegagalan siswa dalam satu mata pelajaran adalah refleksi tingkat keberhasilan guru dalam mengajar mereka. peran guru itu tidak hanya memindahkan
informasi melainkan mendidik. mendidik akal, mendidik tingkah laku,
mendidik mental atau sikap. Oleh karena di tangan gurulah kualitas masa depan,
maka guru menjadi berkewajiban menyiapkan diri sebaik mungkin, demi masa depan
yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar