Minggu, 02 Februari 2014

Nawangsari dan Lelaki Malaikatnya




Nawangsari memang bukan anak anak lagi, ia sekarang sudah dewasa, tubuh dan beberapa bagian tubuhnya sudah mulai berbentuk dan membentuk.  Membentuk lekukan dan terlihat sangat indah, apalagi saat lekukan tubuh itu bergerak mengiringi gamelan jawa tiap kali Nawangsari manggung dari kampung kekampung memenuhi undangan hajatan orang kampung yang ingin menikahkan anak mereka atau  acara apapun yang ingin mereka adakan. Di balik wajahnya nan sederhana yang tersirat dalam setiap sikap dan kehidupan nya, Nawangsari tampak begitu menawan terutama di mata Tarjo, lelaki yang telah sejak kecil bersama mengiringi Nawangsari. Memang sudah bukan rahasia umum lagi Tarjo menyimpan rasa untuk nawang dan berharap bisa memiliki keindahan lekukan tubuh Nawang dalam pelukan nya. Entah apa yang ditunggu Nawang, sampai usia sedewasa ini, ia masih saja membiarkan Tarjo dengan harapnya dan berpura pura tidak merasakan apa apa.
***
Hingga malam ini, Nawang sudah di anggap semakin aneh, sepertinya orang kampung memiliki prasangka yang lebih tinggi dari itu, “hmmm” lebih tepatnya mereka menyimpan penilaian bahwa Nawangsari hampir gila. Hampir disetiap malam, saat maghrib sudah sangat menua, Nawang beranjak  kepuncak bukit pengharapan dan menunggu disana sambil melipat tangan nya ke atas kepala seperti orang yang tengah memuja sang dewa. Nawang memejamkan matanya dan menghembuskan asap kemenyan dalam setiap lirih doa yang ia bisikan. Mula ritual itu seperti hedak memanggil roh nenek moyang, tapi sepertinya juga bukan. Pernah sekali Tarjo mengikuti Nawang ke bukit pengaharapan, sambil mengendap endap di belakang Nawang, Tarjo berjalan pelan dan menyusup di sela sela perdu mengiri Nawang mendaki bukit hingga sampai di sebuah gubuk kecil tepat di tepi sawah ladang mereka yang curam. setelah malam hampir larut, di pondok itu mengepul asap dari api unggun yang dibuat Nawang dalam pertapaan nya, asap itu becampur dengan asap kemenyan, dan menjelang subuh tiba, cahaya kayu bakar itu berganti putih, dan terdengarlah bisikan suara suara kecil seperti tengah bercengkarama.
“ada apa sebenarnya?” suara itu semakin mengusik Tarjo untuk semakin mendekat ke pondok tepi ladang tersebut, ia mencoba mengintip Nawang dan suara yang ada di balik pondok kecil itu.  Ternyata cahaya putih yang menemani Nawang adalah sesosok malaikat dengan jubah putihnya bercengkrama dan bercerita bersama Nawang tentang kehidupan, masa depan dan segala kegundahan yang ia rasakan, Malaikat itu seperti nya bukan ibu peri, lebih tepatnya seperti  pangeran putih nan lembut.  Ia duduk di samping Nawang dan mendengar segala keluhan Nawang padanya, sesekali ia usap air mata Nawang dan kadang ia juga pernah memarahi Nawang dengan segala kebijaksanaan nya.  Sampai hari ketujuh dan sekarang sudah hari ke 40, Nawang masih setia dengan ritual nya, dan malaikat itupun juga semakin sering serta semakin senang saja berlama lama dengan Nawang. sepertinya dia antara mereka sudah hadir cinta.
“Cinta? mungkinkah?, mana mungkin ada cinta di antara mereka dan hubungan mereka yang ghaib itu?” Tarjo tentu saja tak habis pikir memikirkan perkara tersebut, setahu Tarjo dan memang hanya itu yang ia tahu, bahwa malaikat tak punya nafsu apalagi rasa cinta, lagi pula apakah Nawang manusia edan, yang bisa jatuh cinta pada sosok yang tidak pernah nyata? lagi pula siapa yang akan percaya dengan cerita itu kelak?”. Kerut kening Tarjo semakit merapat saat memikirkan atau terpikirkan masalah itu.
 “Ah, sudahlah, ini bukan masalah ku” ujar Tarjo mencoba keluar dari rasa penasaran nya.
Panggung semakin ramai saja, liuk tubuh Nawang semakin tampak indah seiring bertambahnya usia Nawang, apalagi saat ini mencukupi usia 20. Seiring itu juga Nawang semakin dekat dengan malaikatnya, sekarang tidak hanya Tarjo yang heran dengan kebiasaan dan ritual Nawang di bukit pengharapan kala senja menua, bahkan ibu Nawang sekalipun sudah menganggap putrinya itu gila, hanya saja Nawang terlalu setia kepada lelaki malikatnya, mungkin hanya tuhan saja yang mampu  memberikan nama untuk kisah mereka, dan biarlah begitu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar