Nawangsari
memang bukan anak anak lagi, ia sekarang sudah dewasa, tubuh dan beberapa bagian
tubuhnya sudah mulai berbentuk dan membentuk. Membentuk lekukan dan terlihat sangat indah,
apalagi saat lekukan tubuh itu bergerak mengiringi gamelan jawa tiap kali
Nawangsari manggung dari kampung kekampung memenuhi undangan hajatan orang
kampung yang ingin menikahkan anak mereka atau
acara apapun yang ingin mereka adakan. Di balik wajahnya nan sederhana
yang tersirat dalam setiap sikap dan kehidupan nya, Nawangsari tampak begitu
menawan terutama di mata Tarjo, lelaki yang telah sejak kecil bersama
mengiringi Nawangsari. Memang sudah bukan rahasia umum lagi Tarjo menyimpan
rasa untuk nawang dan berharap bisa memiliki keindahan lekukan tubuh Nawang dalam
pelukan nya. Entah apa yang ditunggu Nawang, sampai usia sedewasa ini, ia masih
saja membiarkan Tarjo dengan harapnya dan berpura pura tidak merasakan apa apa.
***
Hingga malam
ini, Nawang sudah di anggap semakin aneh, sepertinya orang kampung memiliki prasangka
yang lebih tinggi dari itu, “hmmm” lebih tepatnya mereka menyimpan penilaian bahwa
Nawangsari hampir gila. Hampir disetiap malam, saat maghrib sudah sangat menua,
Nawang beranjak kepuncak bukit
pengharapan dan menunggu disana sambil melipat tangan nya ke atas kepala
seperti orang yang tengah memuja sang dewa. Nawang memejamkan matanya dan
menghembuskan asap kemenyan dalam setiap lirih doa yang ia bisikan. Mula ritual
itu seperti hedak memanggil roh nenek moyang, tapi sepertinya juga bukan. Pernah
sekali Tarjo mengikuti Nawang ke bukit pengaharapan, sambil mengendap endap di
belakang Nawang, Tarjo berjalan pelan dan menyusup di sela sela perdu mengiri Nawang
mendaki bukit hingga sampai di sebuah gubuk kecil tepat di tepi sawah ladang
mereka yang curam. setelah malam hampir larut, di pondok itu mengepul asap dari
api unggun yang dibuat Nawang dalam pertapaan nya, asap itu becampur dengan
asap kemenyan, dan menjelang subuh tiba, cahaya kayu bakar itu berganti putih,
dan terdengarlah bisikan suara suara kecil seperti tengah bercengkarama.
“ada apa sebenarnya?”
suara itu semakin mengusik Tarjo untuk semakin mendekat ke pondok tepi ladang
tersebut, ia mencoba mengintip Nawang dan suara yang ada di balik pondok kecil
itu. Ternyata cahaya putih yang menemani
Nawang adalah sesosok malaikat dengan jubah putihnya bercengkrama dan bercerita
bersama Nawang tentang kehidupan, masa depan dan segala kegundahan yang ia
rasakan, Malaikat itu seperti nya bukan ibu peri, lebih tepatnya seperti pangeran putih nan lembut. Ia duduk di samping Nawang dan mendengar
segala keluhan Nawang padanya, sesekali ia usap air mata Nawang dan kadang ia
juga pernah memarahi Nawang dengan segala kebijaksanaan nya. Sampai hari ketujuh dan sekarang sudah hari
ke 40, Nawang masih setia dengan ritual nya, dan malaikat itupun juga semakin
sering serta semakin senang saja berlama lama dengan Nawang. sepertinya dia
antara mereka sudah hadir cinta.
“Cinta?
mungkinkah?, mana mungkin ada cinta di antara mereka dan hubungan mereka yang
ghaib itu?” Tarjo tentu saja tak habis pikir memikirkan perkara tersebut,
setahu Tarjo dan memang hanya itu yang ia tahu, bahwa malaikat tak punya nafsu
apalagi rasa cinta, lagi pula apakah Nawang manusia edan, yang bisa jatuh cinta
pada sosok yang tidak pernah nyata? lagi pula siapa yang akan percaya dengan
cerita itu kelak?”. Kerut kening Tarjo semakit merapat saat memikirkan atau
terpikirkan masalah itu.
“Ah, sudahlah, ini bukan masalah ku” ujar Tarjo
mencoba keluar dari rasa penasaran nya.
Panggung semakin
ramai saja, liuk tubuh Nawang semakin tampak indah seiring bertambahnya usia Nawang,
apalagi saat ini mencukupi usia 20. Seiring itu juga Nawang semakin dekat
dengan malaikatnya, sekarang tidak hanya Tarjo yang heran dengan kebiasaan dan
ritual Nawang di bukit pengharapan kala senja menua, bahkan ibu Nawang sekalipun
sudah menganggap putrinya itu gila, hanya saja Nawang terlalu setia kepada
lelaki malikatnya, mungkin hanya tuhan saja yang mampu memberikan nama untuk kisah mereka, dan
biarlah begitu saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar