Bagaimana ini? apa yang mesti ku lakukan?,
kaku kakiku berdiri di tepi lobang petak 2x3 dengan kedalamam setinggi kepala
orang dewasa. Dari kejauhan orang orang sekitar tempat aku berdiri di tepi
lobang itu menatap ku heran, “apa gerangan yang hendak dilakukan gadis itu?”
kira kira seperti itulah kalimat yang
terdengar dari bisikan kerutan kerutan jidad mereka memandangiku dari kejauhan.
“bagai mana ini?” aku bingung harus melakukan
apa, sesosok jasad yang sudah membeku hadir di pangkuan ku, tak berkafan dan
tak berbalut apa apa. Jasad itu terkulai pasrah, tangannya lemah seperti tak
bertulang lagi, kaki dan pinggangnya pun sudah tak bersatu persendianya.
“Bagaimana harusnya?” batin ku berkelibat
bingung, aku masih berdiri di tepi lobang pas badan itu, lobang yang di gali
untuk kemudian di timbun dengan gemburan tanah yang membuncit ke atas dan
dipagari nisan bertuliskan nama mereka yang menghuni di bawahnya. “Apa yang
mesti ku perbuat sekarang?”, jasad yang tak beraga ini sudah tak bisa dibilang
sekarat lagi akan tetapi ia sudah mati. ya,
sudah mati dan saat sekarang tengah terkulai di pangkuanku sendiri.
Dia, dialah yang telah membunuhku. Bukan, bukan
jasad ku yang ia tikam tapi lebih dalam dari itu, ia lansung menusuk batinku
hingga layu sekujur tubuhku, kini mata ku tak mampu menatap waktu yang berjalan
kedepan. Kaku sekaku kakunya, dan bisu sebisu bisunya, hanya terkulai, lepas sudah
semua mimpi itu, mimpi untuk dicintai, aku telah menjadi mayat yang berjalan
tanpa rasa. Lobang 2x3 ini menjadi labuhan ku, aku harus menguburkan segera
bayangan nya dan perasaaan yang mati dan terkulai tak bersendi ini. orang orang yang menatap dari kejauhan itu
adalah saksi bahwa tak akan adalagi cerita cinta dalam langkah ku setelah perasaan
ini ku timbun dengan gemburan tanah bernisan ini. “Tuhan, mohon terima
keputusaan ku, keutusan untuk menimbun harap ku berinai jari di pelaminan, aku
mohon redhai aku melangkah sendiri sampai perasaan mati ini reingkarnasi karena
satu kejaiban dari mu” isak ku, mengatar
kepergian janji janji indah nan pernah terungkai dalam kisah detik detik lalu
bersama nya, kini semua sudah menjadi album biru, dan telah berpulang dalam
kuburan ini. benar, hati ku kembali meyakinkan, bahwa tidak ada lagi kata
nikah, kata jodoh atau yang senyawa dengan itu, bagiku kehilangan dia telah benar
benar membuat aku terpuruk. Sudahlah sudah, kita akhiri saja, aku tak berharap
pelaminan itu menjadi miliku lagi.