Rabu, 26 Juni 2013

Masihkah anda memuji indonesia?


salah satu keindahan indonesia
Sudah terlalu banyak percakapan dan pembicaraan yang buruk tentang Indonesia, sudah terlalu sering kita dengar  orang berkomentar kesalahan ini dan itu, memang segala sesuatu tidak ada yang sempurna termasuk diri kita. Semua tergantung dari cara padang dan paradigma apa yang kita pakai untuk menterjemahkan segala informasi yang kita dapatkan, dan kita terima, yang pasti di setiap sisi putih selalu ada hitam yang mengiringinya.
Begitu juga dengan segala permasalahan bangsa yang saat ini tengah menjadi sorotan public. Baik dari segi pemerintahan, tata Negara, perekonomiannya, sampai kepermasalahan pendidikan. Kecendrungan untuk mengomentari adalah salah satu bentuk rasa kritis seseorang untuk melihat fakta dari sudut pandang yang berbeda, dan bahkan menunjukan tingkat analis, dan keahlian seseorang, karena semakin seseorang mampu mengungkap fakta di balik realita yang ia lihat dan ia dengar maka sudah tentu hal itu mencerminkan semakin tajam daya analisis dan cara berfikirnya.
Di Negara ini, Negara Indonesia sudah tak jarang lagi kita baca maupun dengar pendapat ataupun komentar yang beragam, baik tentang kebijakan pemerintah, maupun komentar dari segi dunia dan bidang lainya. Bahkan tidak hanya pada hal hal yang benar benar serius melainkan pada hal hal yang kurang maupun tidak serius sekalipun selalu ada komentar. Tidak salah bilang ada yang bilang Negara kita sebagai republic komentator.  Sebuah Negara yang senang berkomentar, bangsa yang tak puas-puasnya berpendapat, selalu saja ada komentar dibalik tindakan dan peristiwa yang terjadi, mulai dari kedai kopi sampai layar kaya. Hampir tidak pernah sepi dari para komentator.
 Anda masih ingat dengan salah satu berita ter hot untuk di shoot tahun ini? kebijakan dalam dunia penidikan yang lagi heboh hebohnya dengan masalah perubahan kurikulum, pergantian kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013, kemudian pencabutan status sekolah RSBI/SBI di tanah air.  baru saja keputusan itu terdengar sudah banyak yang membicarakan nya, dengan segala macam pendapat dan opini yang mereka kemukakan. Tidak hanya itu, kebanyakan dari mereka yang berkomentar doyanya membiacarakan sisi negatifnya saja. Hujatan, gugatan, kritikan, dan ketidak senangan di gumbar gambir di media massa. Terkadang setelah saya konsumsi semua itu, cukup ampuh membuat saya tambah ruwet dengan kondisi bangsa ini. lantas pertanyaan nya, dapatkah itusemua menyelesaikan permasalahan yang tengah mendera ibu pertiwi? Bila hanya sekedar berkomentar saja, saya pikir itu belum cukup, bahkan hanya akan menambah masalah saja.
Tidak ada yang salah memang dengan kebiasaan tersebut, dan saya bukan pada posisi sebagai juri untuk menentukan ini salah dan benar. Ada yang mengartikan kebiasaan ini adalah bentukdari implementasian demokrasi di Negara ini, semua orang berhak berbicara, semua orang berhak berpendapat dan memang begitu adanya. Akan tetapi ada satu kecendrungan yang mungkin secara tidak lansung ikut tumbuh dari kebiasaan tersebut. Satu kecendrungan yang malah tidak lagi sebatas memberi cara pandang yang berbeda saja terhadap Negara Indonesia dan segala kebijakan pemerintahan nya. Melainkan menimbulkan emosi “ketidak puasan” terhadap bangsa sendiri.
Segala komentar yang kurang baik dan segala bentuk cara pandang yang cendrung menilai kegagalan serta cara pandang yang berdasarkan dari sudut merah(negative) bangsa ini secara tidak lansung malah melunturkan rasa cinta tanah air bagi generasi mudanya. Seiring berkecamuknya segala macam opini public yang mengecam tanpa memberikan solusi yang jelas serta menjadikan kegagalan pemerintahan sebagai topic utama pembahasan di beberapa pertemuan ilmiah tenyata tidak membawa dampak kearah yang lebih baik. melainkan justru menimbulkan antipati terhadap bangsa sendiri, bahkan ada kecendrungan utnuk negative thinking terhadap bangsa sendiri.
Beberapa opini yang coba saya baca dan lakukan analisa dalam menanggapi satu wacana baru. Dari salah satu blog terkenal on line di tanah air adalah lebih mengedepankan paradigma negative dari pada membangun emosi positif pembaca.
Akibatnya bacaan bacaan tersebut melaihkan ion ion kekecewaan terhadap wajah bumi pertiwi ini.  saya mengerti mengapa pemberitaan tentang kasus kasus dan kebobrokan begitu lezat untuk disantap public? Salah satunya adalah rasa bosan dengan pencitraan pemerintah akan kinerja yang tidak sesuai dengan realita. Namun tindakan over dosis dan perang wacana media masa untuk saling menjatuhkan lawan politik, melalui aksi saling serang guna membunuh karakter seseorang tokoh politik, dan tindakan sejenisnya juga tidak sehat untuk pertumbuhan bangsa ini kedepan nya.
Secara psikologis, pelabelan terhadap seseorang atau sesuatu, akan membentuk paradigma yang sama dalam diri individu tersebut yang kemudian menjadikan ia bertindak dan berperilaku seperti yang dilabelkan, oleh karena itu melabeli anak dengan label negative adalah salah satu bentuk tindakan yang tidak sehat. Begitu pula pelabelan terhadap bangsa ini, saat media tak tertarik lagi mengungkap kehijauan bumi pertiwi dan segala keemasan nya, maka terbentuklah opini public untuk mengecap bangsa kita menjadi seperti yang di beritakan.  Padahal saat media mengangkat pemberitaan buruk tentang bangsa ini, bukan berarti bangsa kita miskin akan prestasi dan nilai-nilai luhur, hanya saja realita itu tak di suguhkan untuk kita santap setiap harinya.
Disinilah letak besarnya pengaruh media massa, yaitu mampu memetakan opini public dan mengaturnya. Namun sebagai menikmat hidangan peberitaan kita mesti cerdas, bahwa pemberitaan media cukup dijadikan sebagai informasi semata, tidak lantas membuat kita ikut mengecam diri sendiri dengan semua stigma negative media massa tersebut.  Karena pada dasarnya setiap elemen memiliki sisi positif dan kurang nya, termasuk bangsa kita dengan segala segi dan sisinya. Give your appreciation for your nation. Apapun yang terjadi jangan sampai kehilangan cinta untuk Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar