![]() |
salah satu keindahan indonesia |
Begitu juga dengan segala permasalahan bangsa yang saat ini tengah
menjadi sorotan public. Baik dari segi pemerintahan, tata Negara,
perekonomiannya, sampai kepermasalahan pendidikan. Kecendrungan untuk
mengomentari adalah salah satu bentuk rasa kritis seseorang untuk melihat fakta
dari sudut pandang yang berbeda, dan bahkan menunjukan tingkat analis, dan keahlian
seseorang, karena semakin seseorang mampu mengungkap fakta di balik realita
yang ia lihat dan ia dengar maka sudah tentu hal itu mencerminkan semakin tajam
daya analisis dan cara berfikirnya.
Di Negara ini, Negara Indonesia sudah tak jarang lagi kita baca maupun
dengar pendapat ataupun komentar yang beragam, baik tentang kebijakan
pemerintah, maupun komentar dari segi dunia dan bidang lainya. Bahkan tidak
hanya pada hal hal yang benar benar serius melainkan pada hal hal yang kurang
maupun tidak serius sekalipun selalu ada komentar. Tidak salah bilang ada yang
bilang Negara kita sebagai republic komentator.
Sebuah Negara yang senang berkomentar, bangsa yang tak puas-puasnya
berpendapat, selalu saja ada komentar dibalik tindakan dan peristiwa yang
terjadi, mulai dari kedai kopi sampai layar kaya. Hampir tidak pernah sepi dari
para komentator.
Anda masih ingat dengan salah satu
berita ter hot untuk di shoot tahun ini? kebijakan dalam dunia penidikan yang
lagi heboh hebohnya dengan masalah perubahan kurikulum, pergantian kurikulum
KTSP menjadi kurikulum 2013, kemudian pencabutan status sekolah RSBI/SBI di
tanah air. baru saja keputusan itu
terdengar sudah banyak yang membicarakan nya, dengan segala macam pendapat dan
opini yang mereka kemukakan. Tidak hanya itu, kebanyakan dari mereka yang
berkomentar doyanya membiacarakan sisi negatifnya saja. Hujatan, gugatan, kritikan,
dan ketidak senangan di gumbar gambir di media massa. Terkadang setelah saya
konsumsi semua itu, cukup ampuh membuat saya tambah ruwet dengan kondisi bangsa
ini. lantas pertanyaan nya, dapatkah itusemua menyelesaikan permasalahan yang
tengah mendera ibu pertiwi? Bila hanya sekedar berkomentar saja, saya pikir itu
belum cukup, bahkan hanya akan menambah masalah saja.
Tidak ada yang salah memang dengan kebiasaan tersebut, dan saya bukan
pada posisi sebagai juri untuk menentukan ini salah dan benar. Ada yang
mengartikan kebiasaan ini adalah bentukdari implementasian demokrasi di Negara
ini, semua orang berhak berbicara, semua orang berhak berpendapat dan memang
begitu adanya. Akan tetapi ada satu kecendrungan yang mungkin secara tidak
lansung ikut tumbuh dari kebiasaan tersebut. Satu kecendrungan yang malah tidak
lagi sebatas memberi cara pandang yang berbeda saja terhadap Negara Indonesia
dan segala kebijakan pemerintahan nya. Melainkan menimbulkan emosi “ketidak
puasan” terhadap bangsa sendiri.
Segala komentar yang kurang baik dan segala bentuk cara pandang yang
cendrung menilai kegagalan serta cara pandang yang berdasarkan dari sudut
merah(negative) bangsa ini secara tidak lansung malah melunturkan rasa cinta
tanah air bagi generasi mudanya. Seiring berkecamuknya segala macam opini
public yang mengecam tanpa memberikan solusi yang jelas serta menjadikan
kegagalan pemerintahan sebagai topic utama pembahasan di beberapa pertemuan
ilmiah tenyata tidak membawa dampak kearah yang lebih baik. melainkan justru
menimbulkan antipati terhadap bangsa sendiri, bahkan ada kecendrungan utnuk
negative thinking terhadap bangsa sendiri.
Beberapa opini yang coba saya baca dan lakukan analisa dalam menanggapi
satu wacana baru. Dari salah satu blog terkenal on line di tanah air adalah
lebih mengedepankan paradigma negative dari pada membangun emosi positif
pembaca.
Akibatnya bacaan bacaan tersebut melaihkan ion ion kekecewaan terhadap
wajah bumi pertiwi ini. saya mengerti
mengapa pemberitaan tentang kasus kasus dan kebobrokan begitu lezat untuk
disantap public? Salah satunya adalah rasa bosan dengan pencitraan pemerintah
akan kinerja yang tidak sesuai dengan realita. Namun tindakan over dosis dan
perang wacana media masa untuk saling menjatuhkan lawan politik, melalui aksi
saling serang guna membunuh karakter seseorang tokoh politik, dan tindakan
sejenisnya juga tidak sehat untuk pertumbuhan bangsa ini kedepan nya.
Secara psikologis, pelabelan terhadap seseorang atau sesuatu, akan
membentuk paradigma yang sama dalam diri individu tersebut yang kemudian
menjadikan ia bertindak dan berperilaku seperti yang dilabelkan, oleh karena
itu melabeli anak dengan label negative adalah salah satu bentuk tindakan yang
tidak sehat. Begitu pula pelabelan terhadap bangsa ini, saat media tak tertarik
lagi mengungkap kehijauan bumi pertiwi dan segala keemasan nya, maka
terbentuklah opini public untuk mengecap bangsa kita menjadi seperti yang di
beritakan. Padahal saat media mengangkat
pemberitaan buruk tentang bangsa ini, bukan berarti bangsa kita miskin akan prestasi
dan nilai-nilai luhur, hanya saja realita itu tak di suguhkan untuk kita santap
setiap harinya.
Disinilah letak besarnya pengaruh media massa, yaitu mampu memetakan
opini public dan mengaturnya. Namun sebagai menikmat hidangan peberitaan kita
mesti cerdas, bahwa pemberitaan media cukup dijadikan sebagai informasi semata,
tidak lantas membuat kita ikut mengecam diri sendiri dengan semua stigma
negative media massa tersebut. Karena
pada dasarnya setiap elemen memiliki sisi positif dan kurang nya, termasuk
bangsa kita dengan segala segi dan sisinya. Give your appreciation for your nation. Apapun yang terjadi jangan
sampai kehilangan cinta untuk Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar