Mengendalikan Emosi
Kadang saya tidak bisa menentukan harus menerapkan point
yanng mana hari ini, karena memang semuanya terjadi silih berganti tanpa bisa
saya pastikan.
Yang saya lakukan adalah mencoba memahami point demi point
dan menerapkan sesuai kasus yang terjadi.
Seperti hari ini misalnya, apa yang dilakukan Hafshah membuat saya harus
menahan emosi dan mencoba tetap bicara seramah mungkin juga setenang mungkin.
Dan saya yakin point ini yang sering kali saya ulang ulang.
Hari ini Hafshah membuang buang buah pisang yang berkali
kali di minta nya.
Pisang dan nama buah buahan lainya adalah kesukaan dan
makanan alternatif buat Hafshah kala dia mogok makan atau saat kondisi kami
yang tengah diperjalanan sehingga tidak memungkinkan bagi saya untuk mebuatkan
menu lengkap 4 sehat 5 sempurna.
Jadilah saya akan mencari buah buah pengganti untuk Hafshah
yang kiranya mengenyangkan dan tentunya lebih sehat dibanding saya meberikan
cemilan atau yang lainya.
Siang itu Hafshah minta pisang dan dengan lahap ia
menghabiskan pisang yang pertama, tak berjeda dia lansung bilang
“ tambah mi”
“enak nak? mau lagi ya? oke”
Saya gembira lihat dia menyukai buah pisang.
Setelah saya berikan,
sejenak Hafshah saya tinggal kedapur untuk mengambil sesuatu.
Apa yang terjadi?
Ternyata buah pisang yang kedua ini di potong potong dan
dibuang.
Melihat saya mendekat dia lansung bilang
“lagi mi, nggak suka ini, pahit”
otomatis dahi saya mengerinyit dan senyum saya lansung
timpang
rasanya mau ngomong gini
“lho, lhoooo... nak...apa apa an ini?” (dengan nada meninnggi)
“kok pisangnya dibuang buang sih? (masih dengan nada tinggi
ya..)
trus “kalo udah kenyang bilang dong, jangan minta lagi tapi
dibuang buang, kan mubazir, ami nggak suka ni,,,(makin nge gass)
“pahit gimana, ini manis kok,aduh,,,”
Saya mencicipi sisa potongan pisang yang diberikan dan
memang manis.
Tapi karena saya sadar ini anak masih dua tahun dan ami akan
menerapkan jurus pamungkas ami untuk bicara ramah dan mengendalikan emosi jadilah yang keluar saat itu
“pahit ya nak?” sambil mencicipi sisa potongan buah pisang
“manis kok”
“Hafshah mau lagi?”
Tanpa babibu dia lansung ambil buah pisang yang ada di menja
makan di samping saya, dibuka kemudian dilahap.
Gigitan pertama, dibuang lagi, kedua dibuang lagi sampai
beberapa gigitan dibuang terus kemudian potongan terakhir diberikan ke saya dan
bilang pahit mi.
“apa? pahit?”
Tarik nafas dan buang nafas saya berusaha tetap tenang
,walau ekpresi saya sudah nggak ramah
baiklah saya mencoba bilang ke Hafshah
“nak, kalo Hafshah sudah kenyang, pisang nya disimpan aja ya”
“kalo memang nggak suka kita simpan di kulkas dulu oke”
Dia mengangguk tanda setuju, pisang yang ada dimeja lansung
saya selamatkan dan simpan ke dalam kulkas.
Saya nggak mau dia ambil lagi pisang nya dan kemudian
dibuang lagi.
Sejam setelah itu saya merasa lapar dan mengambil pisang
yang ada di kulkas. setidaknya untuk pengganjal perut saya yang belum selera
makan nasi.
dan apa yang saya temukan ternyata pisang pisang itu mengkal
di bagian atasnya dan keras, hanya bagian bawahnya yang lunak dan manis.
Saya baru paham,in ternyata yang di bilang Hafshah dengan
pahit. maksudnya adalah pisang nya nggak enak.
Tapi karena dia belum bisa bilang nggak enak dan yang dia tahu
hanya kata pahit itulah.
Saya senang karena tidak memarahinya tadi dan alangkah
merasa bersalahnya saya jika tadi saya lansung marah marah dan menuduh hafshah
hanya buang buang pisang.
Jadi nggak enak hati sudah su’uzon sama anak heeee
#hari5
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#instituteibuprofesional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar